Cerita ini terjadi pada tahun 1997. Ini
merupakan ceritaku nyata. Pada saat aku masih kuliah di semester 2, ibuku sakit
dan dirawat di kota S. Oh, iya aku tinggal di kota L. Cukup jauh sih dari kota
S. Karena ibuku sakit, sehingga tidak ada yang masak dan menunggu dagangan.
Soalnya adik-adikku semua masih sekolah. Akhirnya aku usul kepada ibuku kalau
sepupuku yang ada di kota lain menginap di sini (di rumahku). Dan ide itu pun
disetujui. Maka datanglah sepupuku tadi.
Sepupuku (selanjutnya aku panggil Anita)
orangnya sih tidak terlalu cantik, tingginya sekitar 160 cm, dadanya masih
kecil (tidak nampak montok seperti sekarang). Tetapi dia itu akrab sekali
dengan aku. Aku dianggapnya seperti kakak sendiri.
Nah kejadiannya itu waktu aku lagi
liburan semester. Waktu liburan itu aku banyak menghabiskan waktu untuk
menunggu dagangan ibuku. Otomatis dong aku banyak menghabiskan waktu dengan
Anita. Mula-mulanya sih biasa-biasa saja, layaknya hubungan kami sebagai
sepupu. Suatu malam, kami (aku, Anita,
dan adik-adikku) sudah ingin tidur. Adikku masing-masing tidur di kamarnya
masing-masing. Sedang aku yang suka menonton TV, memilih tidur di depan TV.
Nah, ketika sedang menonton TV, datang Anita dan nonton bersamaku, rupanya
Anita belum tidur juga.
Sambil nonton, kami berdua bercerita
mengenai segala hal yang bisa kami ceritakan, tentang diri kami masing-masing
dan teman-teman kami. Nah, ketika kami sedang nonton TV, dimana film di TV ada
adegan ciuman antara laki-laki dan perempuan (sorry udah lupa tuh judul
filmnya).
Eh, Anita itu merespon dan bicara
padaku, “Wah temenku sih biasa begituan (ciuman).”
Terus aku jawab, “Eh.. Kok tau..?”
Rupanya teman Anita yang pacaran itu
suka cerita ke Anita kalau dia waktu pacaran pernah ciuman bahkan sampai ‘anu’
teman Anita itu sering dimasuki jari pacarnya. Tidak tanggung-tanggung, bahkan
sampai dua jarinya masuk.
Setelah kukomentari lebih lanjut, aku
menebak bahwa Anita nih ingin juga kali. Terus aku bertanya padanya, “Eh, kamu
mau juga nggak..?”
Tanpa kuduga, ternyata dia mau. Wah
kebetulan nih.
Dia bahkan bertanya, “Sakit nggak
sih..?”
Ya kujawab saja, “Ya nggak tahu lah,
wong belum pernah… Gimana.., mau nggak..?”
Anita berkata, “Iya deh, tapi
pelan-pelan ya..? Kata temenku kalo jarinya masuk dengan kasar, ‘anunya’ jadi
sakit.”
“Iya deh..!”, jawabku.
Kami berdua masih terus menonton film di
TV. Waktu itu kami tiduran di lantai. Kudekati dia dan langsung tanganku menuju
selangkangannya (to the point bok..!). Kuselusupkan tangan kananku ke dalam CD-nya
dan kuelus-elus dengan lembutnya. Anita tidak menolak, bahkan dengan sengaja
merebahkan tubuhnya, dan kakinya agak diselonjorkan. Saat merabanya, aku
seperti memegang pembalut, dan setelah kutanyakan ternyata memang sejak lima
hari lalu dia sedang menstruasi.
Aku tidak mencoba membuka pakaian maupun
CD-nya, maklumlah takut kalau ketahuan sama adik-adikku. Dengan CD masih
melekat di tubuhnya, kuraba daerah di atas kemaluannya. Kurasakan bulu
kemaluannya masih lembut, tapi sudah agak banyak seperti bulu-bulu yang ada di
tanganku. Kuraba terus dengan lembut, tapi belum sampai menyentuh ‘anunya’, dan
terdengar suara desisan walau tidak keras. Kemudian kurasakan sekarang dia
berusaha mengangkat pantatnya agar jari-jariku segera menyentuh kemaluannya.
Segera kupenuhi keinginannya itu.
Waktu pertama kusentuh kemaluannya, dia
terjengat dan mendesis. Kugosok-gosok bibir kewanitaannya sekitar lima menit,
dan akhirnya kumasukkan jari tengahku ke liang senggamanya.
“Auw..,” begitu reaksinya setelah jariku
masuk setengahnya dan tangannya memegangi tanganku.
Setelah itu dengan pelan kukeluarkan
jariku, “Eeessshhh..”, desisnya.
Lalu kutanya, “Gimana..? Sakit..?”
Dia menggeleng dan tanpa kusadari
tangannya kini memegang telapak tangan kananku (yang berada di dalam CD-nya),
seakan memberi komando kepadaku untuk meneruskan kerjaku.
Sambil terus kukeluar-masukkan jariku,
Anita juga tampak meram serta mendesis-desis keenakan. Sementara terasa di
dalam CD-ku, batang kemaluanku juga bangun, tapi aku belum berani untuk meminta
Anita memegang rudalku (padahal aku sudah ingin sekali). Sekitar 10 menit
peristiwa itu terjadi. Kulihat dia tambah keras desisannya dan kedua kakinya
dirapatkan ke kaki kiriku. Sepertinya dia telah mengalami klimaks, dan kami
akhirnya tidur di kamar masing-masing.
Hari berikutnya, aku dan Anita siap-siap
membuka warung, adikku pada berangkat sekolah, sehingga hanya ada aku dan Anita
di warung. Hari itu Anita jadi lebih berani padaku. Di dalam warungku sambil
duduk dia berani memegang tanganku dan menuntunnya untuk memegang kemaluannya.
Waktu itu dia memakai hem dan rok di atas lutut, hingga aku langsung bisa
memegang selangkangannya yang terhalang CD dan pembalut. Kaget juga aku,
soalnya ini kan lagi ada di warung.
“Nggak pa-pa Mas.., khan lagi sepi”, katanya
dengan enteng seakan mengerti yang kupikirkan.
“Lha kalo ada pembeli gimana nanti..?”,
tanyaku.
“Ya udahan dulu, baru setelah pembelinya
balik, kita lanjutin lagi, ok..?”, jawabnya.
Dengan terpaksa kuraba-raba
selangkangannya. Hal tersebut kulakukan sambil mengawasi di luar warung
kalau-kalau nanti ada pembeli datang. Sementara aku mengelus selangkangannya,
Anita mencengkeram pahaku sambil bibirnya digigit pelan tanda menikmati
balaianku. Peristiwa itu kuakui sangat membuatku terangsang sekali, sehingga
celana pendekku langsung terlihat menonjol yang bertanda batang kejantananku
ingin berontak.
“Lho Mas, anunya Mas kok ngaceng..?”,
katanya.
Ternyata dia melihatku, kujawab, “Iya
ini sih tandanya aku masih normal…”
Aku terus melanjuntukan pekerjaanku. Tanpa
kusadari dia pun mengelus-elus celanaku, tepat di bagian batang kemaluanku.
Kadang dia juga menggenggam kemaluanku sehingga aku juga merasa keenakan. Baru
mau kumasukkan tanganku ke CD-nya, tiba-tiba aku melihat di kejauhan ada anak
yang sepertinya mau membeli sesuatu di warungku.
Kubisiki dia, “Heh ada orang tuh..! Stop
dulu ya..?”
Aku menghentikan elusanku, dia berdiri
dan berjalan ke depan warung. Benar saja, untung kami segera menghentikan
kegiatan kami, kalo tidak, wah bisa berabe nanti. Sehabis melayani anak itu,
dia balik lagi duduk di sebelahku dan kami memulai lagi kegiatan kami yang
terhenti. Seharian kami melakukannya, tapi aku tidak membuka CD-nya, karena
terlalu beresiko. Jadi kami seharian hanya saling mengelus di bagian luar saja.
Malam harinya kami melakukan lagi. Aku
sendirian nonton TV, sementara adikku semua sudah tidur. Tiba-tiba dia
mendatangiku dan ikut tiduran di lantai, di dekatku sambil nonton TV. Kemudian
tiba-tiba dia memegang tanganku dan dituntun ke selangkangannya. Aku yang
langsung diperlakukan demikian merasa mengerti dan langsung aku masuk ke dalam
CD-nya, dan langsung memasukkan jariku ke kemaluannya. Sedangkan dia juga
langsung memegang batang kejantananku.
“Aku copot ya CD kamu, biar lebih
enakan”, kataku.
Dia mengangguk dan aku langsung mencopot
CD-nya. Saat itu dia memakai rok mininya yang tadi, sehingga dengan mudah aku
mencopotnya dan langsung tanganku mengorek-ngorek lembah kewanitaannya dengan
jari telunjukku. Aku juga menyuruh mengeluarkan batang kejantananku dari CD-ku,
sehingga dia kini bisa melihat rudalku dengan jelas, dan dia kusuruh untuk
menggenggamnya. Kukorek-korek kemaluannya, kukeluar-masukkan jariku, tampaknya
dia sangat menikmatinya. Kulihat batang kemaluanku hanya digenggamnya saja,
maka kusuruh dia untuk mengocoknya pelan-pelan, namun karena dia tidak melumasi
dulu batangku, maka kemaluanku jadi agak sakit, tapi enak juga sih.
“Eehhhsssttt… Eehhhsssttt… Ouw..,
eehhhsssttt… Eehhhsssttt… Eehhhssstt..”
Begitu erangannya saat kukeluar-masukkan
jariku.
Kumasukkan jariku lebih dalam lagi ke
liang kewanitaannya dan dia mendesis lebih keras, aku suruh dia agar jangan
keras-keras, takut nanti adikku terbangun.
“Kocokkannya lebih pelan dong..!”,
kataku yang merasa kocokkannya terhenti.
Kupercepat gerakan jariku di dalam
liangnya, kurasakan dia mengimbanginya dengan menggerakkan pantatnya ke depan
dan ke belakang, seakan dia lagi menggauli jariku.
Dan akhirnya, “Oh.., oohhh.. Oohhh..
Ohhh..” Rupanya dia mencapai klimaksnya yang pertama, sambil kakinya mengapit
dengan keras kaki kananku.
Kucabut jariku dari kemaluannya, kulihat
masih ada noda merah di jariku. Karena aku belum puas, aku langsung pergi ke
kamar mandi dan kutuntun Anita. Di kamar mandi aku minta dia untuk mengocok
batang kejantananku dengan tangannya. Dia mau. Aku lepaskan celanaku, setelah
itu CD-ku dan batang kejantananku langsung berdiri tegap. Kusuruh dia mengambil
sabun dan melumuri tangannya dengan sabun itu, lalu kusuruh untuk segera
mengocoknya. Karena belum terbiasa, sering tangannya keluar dari batangku,
terus kusuruh agar tangannya waktu mengocok itu jangan sampai lepas dari
batangku. Setelah lima menit, akhirnya aku klimaks juga, dan kusuruh
menghentikan kocokannya.
Seperti pagi hari sebelumnya, kami
mengulangi perbuatan itu lagi. Tidak ada yang dapat kuceritakan kejadian pagi
itu karena hampir sama dengan yang terjadi di pagi hari sebelumnya. Tapi pada
malam harinya, seperti biasa, aku sendirian nonton TV. Anita datang, sambil
tiduran dia nonton TV. Tapi aku yakin tujuannya bukan untuk nonton, dia
sepertia ketagihan dengan perlakuanku padanya. Dia langsung menuntun tanganku
ke selangkangannya. Aku bisa menyentuh kewanitaannya, tapi ada yang lain. Kini
dia tidak memakai pembalut lagi.
“Eh, kamu udah selesai mens-nya..?”,
tanyaku.
“Iya, tadi sore khan aku udah kramas,
masa nggak tau..?”, katanya.
Aku memang tidak tahu. Karena memang aku
kurang peduli dengan hal-hal seperti itu. Aku jadi membayangkan yang jorok, wah
batang kejantananku bisa masuk nich. Kuraba-raba CD-nya. Tepat di lubang
kemaluannya, aku agak menusukkan jariku, dan dia tampak mendesis perlahan.
Tangannya kini sudah membuka restleting celana pendekku, selanjutnya
membukanya, dan CD-ku juga dilepaskankan ke bawah sebatas lutut. Digenggamnya
batang kejantananku tanpa sungkan lagi (karena sudah sering kali ya..?). Aku
juga membuka CD-nya, tapi karena dia masih memakai rok mini lagi, jadi tidak
ketahuan kalau dia sekarang bugil di bagian bawahnya. Dia kini dalam keadaan
mengangkang dengan kaki agak ditekuk. Kuraba bibir kemaluannya dan dengan agak
keras, kumasukkan seluruh jari telunjukku ke lubang senggamanya.
“Uhhh.. Essshhh.. Eessshhh.. Essshhh..”,
begitu desisnya waktu kukeluar-masukkan jariku ke lubang senggamanya.
Sementara dia kini juga berusaha
mengocok batang keperkasaanku, tapi terasa masih sakit. Kukorek-korek lubang
kemaluannya. Lalu timbul keinginanku untuk melihat kemaluannya dari dekat.
Maklumlah, aku khan belum melihat langsung bentuk kemaluan wanita dari dekat.
Paling-paling dari film xxx yang pernah kutonton. Kuubah posisiku, kakiku kini
kuletakkan di samping kepala Anita, sedangkan kepalaku berada di depan
kemaluannya, sehingga aku dengan leluasa dapat melihat liang kewanitaannya.
Dengan kedua tanganku, aku berusaha membuka bibir kemaluannya.
Tapi, “Auw.. Diapaain Mas..? Eshhh..
Uuhhh.”, desisannya tambah mengeras.
“Sorry.., sakit ya..? Aku mo lihat
bentuk anumu nih, wah bagus juga yach..!”, sambil terus kukocokkan jariku.
Kulihat daging di lubangnya itu berwarna
merah muda dan terlihat bergerak-gerak.
“Wah, jariku aja susah kalo masuk
kesini, apalagi anuku yang kamu genggam itu ya..?”, pancingku.
Dia diam saja tidak merespon, mungkin
lagi menikmati kocokan jariku karena kulihat dia memaju-mundurkan pantatnya.
“Eh, sebenarnya yang enak ini mananya
sich..?”, tanyaku.
Tangan kirinya menunjuk sepotong daging
kecil di atas lubang kemaluannya.
“Ini nich.., kalo Mas kocokkan jarinya
pas menyentuh ini rasanya kok gatel-gatel tapi enak gitu.”
“Mana.., mana.., oh ini ya..?”, kugosok
daging itu (yang kemudian kuketahui bernama klitoris) dan dia makin kuat
menggenggam batang kemaluanku.
“Ahhh. Auu.. Enakkkk Maaasss… Eeehhh…
Aaahhh.. Truusss Masss, terusiinn.. Ohhh..!”
Tangannya setengah tenaga ingin menahan
tanganku, tapi setengahnya lagi ingin membiarkan aku terus menggosok benda itu.
Dan akhirnya, “Uhh.. Uhhh.. Uuhhh..
Ahhh.. Aahhh.”, dia mencapai klimaks.
Aku terus menggosoknya, dan tubuhnya
terus menggelinjang seperti cacing kepanasan.
Lalu kubertanya, “Eh, gimana kalo anuku
coba masuk ke sini…? Boleh nggak..? Pasti lebih enakan..!”
Dia hanya mengangguk pelan dan aku
segera merubah posisiku menjadi tidur miring sejajar dengan dia. Kugerakkan
batang kejantananku menuju ke lubang kemaluannya. Kucoba memasukkan, tapi
rasanya tidak bisa masuk. Kurubah posisiku sehingga dia kini berada di bawahku.
Kucoba masukkan lagi batangku ke lubangnya. Terasa kepala anuku saja yang
masuk, dia sudah mendesis-desis.
Kudorong lebih dalam lagi, tangannya
berusaha menghentikan gerakanku dengan memegang batangku. Namun rasanya nafsu
lebih mendominasi daripada nalarku, sehingga aku tidak mempedulikan erangannya
lagi.
Kutekan lagi dan, “Auuuwww..
Ehhssaaakkkiittt..!”
Aku berhasil memasukkan batang anuku
walau tidak seluruhnya. Aku diam sejenak dan bernapas. Terasa anunya memeras
batangku dengan keras.
“Gimana, sakit ya.., mo diterusin
nggak..?”, tanyaku padanya sambil tanganku memegang pantatnya.
Dia tidak menjawab, hanya terdengar
desah nafasnya. Kugerakkan lagi untuk masuk lebih dalam. Mulutnya membuka lebar
seperti orang menjerit, tapi tanpa suara.
Karena dia tetap diam, maka
kulanjuntukan dengan mengeluarkan batangku. Dan lagi-lagi dia seperti menjerit
tapi tanpa suara. Saat kukeluarkan, kulihat ada noda darah di batangku. Aku
jadi kaget, “Wah aku memperawaninya nih.”
“Gimana.., sakit nggak.., kalo nggak
lanjut ya..?”, tanyaku.
“Uhhh.. Tadi sakiiittt sich… Uhhh.
Geeelii.” Begitu katanya waktu anuku kugesek-gesekkan.
Setelah itu kumajukan lagi batang
kejantananku, Anita tampak menutup matanya sambil berusaha menikmatinya. Baru
kali ini batangku masuk ke liangnya wanita, wah rasanya sungguh nikmat. Aku
belum mengerti, kenapa kok di film-film yang kulihat, batang kejantanan si pria
begitu mudahnya keluar masuk ke liang senggama wanita, tapi aku disini kok
sulit sekali untuk menggerakkan batang kejantananku di liang keperawanannya.
Namun setelah beberapa menit hal itu berlangsung, sepertinya anuku sudah lancar
keluar masuk di anunya, maka agak kupercepat gerakan maju-mundurku di liangnya.
Kurubah posisiku hingga kini dia berada di bawahku. Sambil masih kugerakkan
batangku, tanganku berusaha mencapai buah dadanya. Kuremas-remas buah dadanya
yang masih kecil itu bergantian, lalu kukecup puting buah dadanya dengan
muluntuku.
Dia semakin bergelinjang sambil mendesis
agak keras. Akhirnya setelah berjalan kurang lebih 10 menitan, kaki Anita
berada di pantatku dan menekan dengan keras pantatku. Kurasa dia sudah
orangasme, karena cengkeraman bibir kemaluannya terhadap anuku bertambah kuat
juga. Dan karena aku tidak tahan dengan cengkeraman bibir kemaluannya,
akhirnya, “Crot.. Crot.. Crot..”, air maniku tumpah di vaginanya. Serasa aku
puas dan juga letih. Kami berdua bersimbah keringat. Lalu segera kutuntun dia
menuju kamar mandi dan kusuruh dia untuk membersihkan liang kewanitaannya,
sedangkan aku mencuci senjataku. Setelah itu kami kembali ke tempat semula.
Kulihat tidak ada noda darah di karpet
tempat kami melakukan kejadian itu. Dan untung adik-adikku tidak bangun, sebab
menuruntuku desisan dan suara dia agak keras. Lalu kumatikan TV-nya, dan kami
berdua tidur di kamar masing-masing.
Sebelum tidur aku sempat berfikir, “Wah,
aku telah memperawani sepupuku sendiri nich..!”
Sewaktu aku sudah kuliah lagi (dua hari
setelah kejadian itu), dia masih suka menelponku dan bercerita bahwa kejadian
malam itu sangat diingatnya dan dia ingin mengulanginya lagi. Aku jadi berpikir,
wah gawat kalo gini. Aku jadi ingat bahwa waktu itu aku keluarkan maniku di
dalam liang keperawanannya.
“Wah, bisa hamil nich anak..!”, pikirku.
Hari-hariku jadi tidak tenang, karena
kalau ketahuan dia hamil dan yang menghamili itu aku, bisa mampus aku. Setelah
sebulan lewat, kutelpon dia di rumahnya. Setelah kutanya, ternyata dia dapat
mens-nya lagi dua hari yang lalu. Lega aku dan sekarang hari-hariku jadi balik
ke semula.
Begitulah ceritaku saat menggauli sepupu
sendiri, tapi dasar memang sepupuku yang agak “horny”. Tapi sampai saat ini
kami tidak pernah melakukan perbuatan itu lagi.
TAMAT
Baca juga
No comments:
Post a Comment