Ini berawal saat
ibunya sakit dan harus masuk rumah sakit dan Paul harus terbang ke luar kota
untuk urusan bisnis yang amat penting. Paul tadinya tak setuju saat Emma
meminta papanya, Jack, agar menginap di rumah mereka untuk sementara untuk
menemaninya pergi ke rumah sakit, mengatakan padanya bagaimana hal itu akan
mengganggu pikirannya karena dia adalah titik penting dalam negosiasi kali ini.
Dan pikiran yang
sangat mengganggunya itu adalah karena dia curiga sudah sejak dulu papanya ada
‘perasaan lain’ pada Emma istrinya. Emma merasa sangat marah pada Paul, karena
sangat egois dan dengan perasaan cemburunya itu. Bukan hanya kali ini Paul meragukan
kesetiaannya terhadap perkawinan mereka dan kali ini dia merasa telah berada
dalam puncaknya… dan dia tahu dia akan membuat Paul membayar sikapnya yang
menjengkelkan itu.
Ketika itu terjadi,
Jack tiba pada hari sebelum Paul terbang ke luar kota untuk bertemu kliennya.
Dia tidak membiarkan kedatangan Jack mengganggu jadwalnya, meskipun dia akan
membiarkan papanya bersama Emma tanpa dia dapat mengawasinya selama beberapa
hari kedepan. Ini adalah segala yang Emma harapkan dan lebih, ketika dia
menyambut Jack dengan secangkir teh yang menyenangkan…
Dia bisa katakan dari
perhatian Jack yang ditunjukkannya pada kunjungan itu. Mata Jack berbinar saat
dia tahu Paul akan pergi besok pagi-pagi benar, dan dia mendapatkan Emma
sendirian dalam beberapa hari bersamanya. Emma sangat menarik, yang sungguhpun
dia tahu sudah tidak punya kesempatan terhadap Emma, dia masih berpegang pada
harapannya, dan berbuat yang terbaik untuk mengesankannya, dan menggodanya.
Emma tersanjung oleh
perhatiannya, dan menjawab dengan mengundang bahwa mereka berdua dapat mulai
untuk membiarkan harapan dan pemikiran yang telah dia kubur sebelumnya untuk
mulai kembali ke garis depan itu.
Sudah terlambat untuk
jam kunjungan rumah sakit sore itu, sehingga mereka akan kembali lagi esok
paginya sekitar jam sebelas. Emma menuangkan beberapa gelas wine untuk mereka
berdua sekembalinya dari rumah sakit petang itu.
“Aku harus pergi dan
mandi… Aku kira aku tidak punya waktu pagi nanti”.
“Oh bisakah papa
membiarkan showernya tetap hidup? Aku juga mau mandi jika papa tidak keberatan”
Emma mau tak mau nanti akan menyentuh dirinya di dalam shower, bayangan tangan
Jack pada tubuhnya terlalu menggoda dan rasa marah terhadap suaminya sangat
sukar untuk dienyahkan dari pikirannya.
Dia belum terlalu
sering mengenakan jubah mandi sutera itu sebelumnya, tetapi memutuskan untuk
memakainya malam ini. Hasrat hatinya mendorongnya untuk melakukannya untuk papa
mertuanya, Paul bisa protes padanya jika dia ingin. Terlihat pas di pinggangnya
dan dengan tali terikat, membuat dadanya tertekan sempurna. Itu nampak terlalu
‘intim’ saat dia menunjukkan kamar mandi di lantai atas. Emma meninggalkannya,
dan kemudian kembali semenit kemudian.
“Aku menemukan salah
satu jubah mandi Paul untuk papa” dia berkata tanpa berpikir saat dia
membukakan pintu untuknya. Di dalam cahaya yang remang-remang Emma dapat
melihat pantatnya yang atletis.
Mereka duduk bersama
di atas sofa, melihat T.V. Dan setelah dua gelas wine lagi, Emma tahu dia akan
mendorong ‘keinginan’ manapun yang Jack ingin lakukan. Dia sedikit lebih tinggi
dari Paul, maka jubahnya hanya sampai setengah paha berototnya. Mau tak mau
Emma meliriknya sekilas dan ingin melihat lebih jauh lagi. Dengan cara yang
sama, Jack sulit percaya akan keberuntungannya untuk duduk disamping Emma yang
berpakaian sangat menggoda dan benaknya mulai membayangkan lebih jauh lagi.
Jack akan dikejutkan nantinya jika dia kemudian mengetahui hal sederhana apa
yang akan membuat hasratnya semakin mengakar…
Besok adalah hari
ulang tahun Emma, dan Paul lupa seperti biasanya, alasannya bahwa tidak ada
waktu untuk lakukan apapun ketika dia sedang pergi, dan dia telah berjanji pada
Emma kalau dia akan berusaha untuk mengajaknya untuk sebuah dinner yang manis
ketika pulang. Kenyataannya bahwa Jack tidak hanya tidak melupakan, tetapi
membawakannya sebuah hadiah yang menyenangkan seperti itu, menjadikan hatinya
lebih hangat lagi. Dia seperti seorang anak perempuan kecil yang sedang membuka
kotak, dan menarik sebuah kalung emas.
“Oh papa…papa
seharusnya tidak perlu…ini indah sekali”
“Tentu saja aku
harus…tapi aku takut itu tidak bisa membuat kamu lebih cantik cintaku… sini
biarku ku pasangkan untukmu”
“Ohh papa!” Emma
merasa ada semacam perasaan cinta untuknya saat dia berada di belakangnya. Dia
harus lebih dulu mengendurkan jubah untuk membiarkan dia memasang kaitan di
belakang, dan ketika dia berbalik ke arahnya, Jack tidak bisa menghindari
tetapi matanya mengarah pada belahan dada Emma yang menyenangkan.
“Oh… apa rantainya
kepanjangan?” ia berharap, menatap kalung yang melingkar diatas dada lezatnya.
“Tidak pa… ini
menyenangkan” dia tersenyum, menangkap dia memandang ke sana lebih banyak dari
yang seharusnya diperlukan.
“Oh terima kasih
banyak…” Emma menciumnya dengan agak antusias dibanding yang perlu dilakukannya
dan putus tiba-tiba dengan sebuah gairah dipermalukan. Kemudian Jack menangkap
momen itu, menarik punggungnya seolah-olah meredakan kebingungannya dan
menciumnya dengan perasaan jauh lebih dibandingkan perasaan seorang mertua.
“Selamat ulang tahun
sayang” katanya, saat senyuman mereka berubah jadi lebih serius.
“Oh terimakasih papa”
Emma menciumnya kembali, menyadari ini adalah titik yang tak bisa kembali lagi,
dan kali ini membiarkan lidahnya ‘bermalas-malasan’ terhadapnya. Dia baru saja
mempunyai waktu untuk merapatkan jubahnya kembali saat Paul menelponnya untuk
ucapkan selamat malam dan sedikit investigasi. Paul ingin bicara pada papanya
dan memintanya agar menyimpan cintanya untuk ibunya yang sudah meninggal. Mata
Emma tertuju pada Jack saat dia menenteramkan hati putranya di telpon,
mengetahui dia akan membiarkan pria ini melakukan apapun…
“Aku sangat suka ini
pa…” Emma tersenyum ketika telpon dari Paul berakhir. Dia menggunakan alasan memperhatikan
kalungnya untuk membuka jubahnya lagi, kali ini sedikit lebih lebar.
“Apa kamu pikir ini
cocok untukku?”
“Mmm oh ya…” dia
tersenyum, matanya menelusuri bagian atas gundukan lezatnya, dan untuk pertama
kalinya membiarkan gairahnya tumbuh. Emma secara terbuka mempresentasikan
payudaranya untuk kekasihnya, membiarkan dia menatapnya ketika dia membusungkan
dadanya jauh lebih lama dibandingkan hanya sekedar untuk memandangi kalung itu.
Dia mengangkat tangannya dan memegang mainan kalung itu, mengelus diantara
dadanya, menatap tajam ke dalam matanya.
“Kamu terlihat luar
biasa dengan memakainya” dia tersenyum.
Nafas Emma yang
memburu adalah nyata ketika tangan kekasihnya telah menyentuhnya di sana, dan
pandangannya yang memikat saat kekasihnya menyelami matanya memberi dia
tiap-tiap dorongan. Mereka berdua tahu apa yang akan terjadi kemudian, sudah
terlalu jauh untuk menghentikannya sekarang. Dia akan bercinta dengan papa
mertuanya. Mereka berdua juga menyadari, bahwa tidak perlu terburu-buru kali ini,
mereka harus lebih dulu membiarkan berjalan dengan sendirinya, dan walaupun
kemudian itu akan menjadi resikonya nanti.
Emma bisa melihatnya
sekarang kalau ‘pertunjukannya’ yang nakal telah memberi efek pada gairah
kekasihnya. Gundukan yang terlihat nyata di dalam jubahnya menjadikan
jantungnya berdebar kencang, dan kekasihnya menjadi bangga ketika melihatnya
menatap itu, seperti halnya dia yang memandangi payudaranya.
“Kamu sudah cukup
merayuku…kamu nakal!” Emma tersenyum pada kata-kata terakhirnya, memberi dia
pelukan yang lain. Pelukan itu berubah menjadi sebuah ciuman, dan kali ini
mereka berdua membiarkan perasaan mereka menunjukkannya, lidah mereka saling
melilit dan memukul-mukul satu sama lain. Emma merasa tali jubahnya mengendur,
dan Jack segera merasakan hal yang sama.
“Oh Jack…kita tidak
boleh” dia menjauh dari kekasihnya sebentar, tidak mampu untuk hentikan dirinya
dari pemandangan jubahnya yang terbuka cukup lebar untuk melihat ujung penisnya
yang tak terukur membesar diantara pahanya yang kuat.
“Ohh Emma … aku tahu….
tapi kita harus” dia menarik nafas panjang, memandang pada perutnya untuk
melihat kewanitaannya yang sempurna, telah merekah dan mengeluarkan cairannya.
Detak jantung Emma bahkan jadi lebih cepat saat dia lihat tonjolannya menghentak
lebih tinggi ke udara saat kekasihnya memandang bagian paling intimnya.
“Oh Jack sayang…”
desahnya pelan saat kekasihnya memeluknya, jubahnya tersingkap dan dia terpana
akan tonjolannya yang sangat besar di bagian bawahnya. Itu sepertinya memuat dua
prem ranum yang membengkak dengan benihnya yang berlimpah. Dia tidak bisa
hentikan dirinya sekarang… dia membayangkan dirinya berenang di dalamnya.
“Emma cintaku…betapa
lamanya aku menginginkanmu…” katanya saat ia menggapai paha Emma.
“Oh Jack… seandainya
aku tahu… setiap kali Paul bercinta denganku aku membayangkan itu adalah kamu
yang di dalamku… papa termanis… apakah aku terlalu jahat untuk katakan hal
seperti itu?”
“Tidak kekasihku…”
jawabnya, mencium lehernya dan turun pada dadanya, dan membuka jubahnya lebih
lebar lagi untuk agar tangannya dapat memegang payudaranya. Mereka berdua ingin
memanfaatkan momen itu…
“Apakah kamu ingin aku
di sana sekarang?”
“Oh Jack… ya… papa”
erangnya kemudian mengangkat jubahnya dan tangannya meraih penisnya.
“Aku sangat
menginginkannya”
“Oh Emma…. kekasihku,
apakah ini yang kamu ingin?” dia mengerang, memegang jarinya di sekitar batang
berdenyutnya yang sangat besar.
“Oh ya papa… penismu…
aku ingin penis papa di dalamku”
“Sayangku yang
manis…apa kamu menginginkannya di sini?” kekasihnya melenguh, menjalankan
jemarinya yang pintar sepanjang celah itu, menggodanya, membuat matanya memejam
dengan nikmat. Emma hampir merintih ketika dia menatap mata kekasihnya.
“Mmmm penis papa di
dalam vaginaku”
“Ahhh anak manisku
tercinta” Emma menjilat jarinya dan menggosoknya secara lembut di atas ujung
kejantanannya yang terbakar, membuat kekasihnya merasa ngeri dengan
kegembiraan.
“Kamu ingin jadi nakal
kan pa…kamu ingin orgasme di dalamku” Emma menggoda, meninggalkan pembesaran
tonjolan yang bagus, dan mengalihkan perhatiannya kepada buah zakarnya yang
membengkak.
Sekarang adalah
giliran kekasihnya untuk menutup matanya dengan gairah yang mengagumkan.
“Kamu ingin meletakkan
spermamu di dalam istri putramu… kamu ingin melakukan itu di dalam vagina gadis
kecilmu” Dia hampir menembakkannya bahkan waktu Emma menggodanya, tetapi entah
bagaimana menahan ombak klimaksnya, dan mengembalikannya pada Emma, keduanya
sekarang saling memegang pinggang satu sama lainnya.
“Dan kamu ingin benih
papa di dalam kandunganmu kan… dalam kandunganmu yang dahaga… membuat seorang
bayi kecil di dalam kandungan suburmu” dia tidak bisa semakin dekat kepada
tanda untuknya… Emma telah memimpikan kekasihnya memberinya seorang anak, Emma gemetar
dan menggigit bibirnya saat jari tangan kekasihnya diselipkan di dalam saluran
basahnya.
“Papa… oh ya… ya…
tolong… aku sangat menginginkannya…” Paul belum pernah punya keinginan
membicarakan tentang hal itu… Emma tidak benar-benar mengetahui apakah dia
ingin seorang anak, sekalipun begitu pemikiran itu menjadi sebuah gairah yang
luar biasa. Bibirnya menemukannya lagi, dan tenggelam dalam gairahnya, lidah
mereka melilit lagi dengan bebas tanpa kendali yang sedemikian manis. Emma
membiarkan jubahnya terbuka seluruhnya sekarang, menekankan payudaranya secara
lembut melawan dada berototnya, perasaan geli membuat cairannya lebih
berlimpah. Jantungnya terisi dengan kenikmatan dan antisipasi, pada pikiran
bahwa dia menginginkan dirinya…bahwa seluruh gairah Emma akan terpenuhi dengan
segera.
“Oh gadis manisku yang
jahat ” lenguhnya saat bibir Emma menggodanya.
“Aku akan pergi
sebentar” dia tersenyum dengan mengundang saat dia menoleh ke belakang dari
pintu.
“Jangan pergi” Emma
melangkah ke lantai atas, jubahnya berkibar di sekitarnya lagi saat dia
memandangnya. Emma tidak perlu merasa cemas, suaminya sedang berada jauh di
sana dengan segala egoisme kesibukannya, dan Emma mengenal bagaimana
kebiasaanya. Jantung Emma dilanda kegembiraan lebih ketika dia melepaskan
jubahnya dan berjalan menuju dia… pada papa mertuanya… telanjang dan siap untuk
menyerahkan dirinya seluruhnya kepada kekasihnya.
Ketika dia mendengar
langkah kaki Emma pada tangga, dia lalu keluar dari jubahnya dan sekarang
berlutut di atas permadani di depan perapian, menghadapinya ketika dia masuk,
ereksinya semakin besar dalam posisi demikian. Emma berlutut di depannya,
tangannya memegang obyek hasratnya, yang berdenyut sekilas, lembut dan demikian
panas dalam sentuhannya. Matanya terpejam dalam kenikmatan murni saat Emma
berlutut dan mencium ujung merah delima itu, matanya terbuka meresponnya, dan
mengirim beberapa tetesan cairan lezat kepada lidah penggemarnya. Kekasihnya
mengelus payudaranya dan menggoda puting susunya yang gemuk itu.
“Aku sudah siap pa…
malam ini seutuhnya milikmu”
“Emma sayang, kamu
indah sekali…” kekasihnya memujinya dan dia tersenyum dengan bangga.
“Oh Papa… kumohon. Aku
sangat menginginkannya … aku ingin benihmu di dalamku”
“Sepanjang malam
cintaku…” kekasihnya tersenyum, rebah bertumpu pada sikunya lalu menyelipkan
tangannya diantara paha Emma.
“Kita berbagi tiap
momen” Emma rebahan pada punggungnya, melebarkan lututnya membiarkan jari
kekasihnya berada di dalam rendaman vulvanya.
“Ohh mmm papa sayang…
” Emma melenguh saat jari kekasihnya merangsang tunas kesenangannya tanpa
ampun.
“Mmm betapa aku sangat
memuja perempuan kecilku… ” kekasihnya menggodanya ketika wajahnya menggeliat
di puncak kesenangan.
“Ohh papa… rasakan
bagaimana basahnya aku untukmu”
“Apa anakku yang manis
sudah basah untuk penis papa? Mmmm penis papa di dalam vagina panas gadis
kecilnya…. penis besar papa di dalam vagina gadisnya yang panas, vagina basah…”
kata-katanya diiringi dengan tindakan saat dia bergerak diantara pahanya,
tongkatnya berdenyut dengan bernafsu saat dia mempersiapkan lututnya.
“Setubuhi aku pa…
masukkan penismu ke dalamku”
“Sayang… Emma yang
nakal… buka vaginamu untuk penis papa” tangan mereka memandu, kejantanannya
membelah masuk kewanitaannya.
“Papa… sepenuhnya
untukku kan?”
“Ya putriku manis…
sperma yang penuh untuk kandunganmu… apa kamu akan membuat papa melakukan itu
di dalam tubuhmu?”
“Ahh ya papa… aku akan
membuatmu memberikan semuanya ke dalam tubuhku… ahh ahh ahh” Emma mulai
menggerakkan pinggangnya…takkan menghentikan dirinya saat dia membayangkan itu.
Mata mereka saling bertemu dalam sebuah kesenangan yang sempurna, mereka
bergerak dengan satu tujuan, yang ditetapkan oleh kata-katanya.
“Papa akan menebarkan
semuanya ke dalam kandunganmu yang subur… sperma papa akan membuat bayi di
dalam kandunganmu Emma sayang” tangan kekasihnya mengayun pantatnya sekarang
saat dia mulai menusuk lebih dalam, matanya menatap kekasihnya ketika dia
menarik pantatnya yang berotot, mendorong lebih lanjut ke dalam tubuhnya…
memberinya hadiah yang sangat berharga.
Penis besarnya menekan
dalam dan panjang, buah zakarnya yang berat menampar pantatnya saat dia
mendorong ke dalam kandungannya. Dia tidak bisa menolong, hanya melihatnya,
setiap gerakan mereka yang mendatangkan nikmat… membayangkan waktunya akan
segera datang… memancar dari kekasihnya… berenang di dalam dirinya… membuatnya
mengandung anaknya. Dia menggelinjang saat kekasihnya menyusu pada puting
susunya yang diremas keras, tangan besarnya meremas payudaranya bersama-sama
saat dia mengocoknya berulang-ulang.
Dia berteriak,
menaikkan lututnya setinggi yang dia bisa untuk memaksanya lebih dalam ke
bagian terdalam vaginanya. Kekasihnya menghentak lebih cepat, meremas pantatnya
untuk membuat sebuah lingkaran yang ketat pada vaginanya… momen yang sempurna
mendekat dengan cepat saat dia menatap mata kekasihnya yang juga dipeluk
selimut puncak surgawi. Emma memperlambat gerakan kekasihnya, menenangkannya
ketika waktunya datang…
“Aku ingin menahanmu
jauh di dalam tubuhku saat kamu keluar…saat kamu memompa benihmu ke dalam
tubuhku”
“Oh sayang…ya
manisku…tahan aku saat kukeluarkan spermaku ke dalam kandunganmu”
Dia merasa itu
membesar di dalam cengkramannya, urat gemuk penisnya siap untuk berejakulasi,
dan kemudian menghentak dengan liar, dan dengan masing-masing semburan yang dia
rasa pancarannya yang kuat menghantam dinding kewanitaannya, membasahi hamparan
ladangnya yang haus kekeringan. Bibir mereka bertemu dalam lilitan sempurna,
tangisan Emma membanjiri kekasihnya kala kekasihnya menyembur dengan deras ke
dalamnya. Punggung Emma melengkung, mencengkeram penisnya sangat erat saat
ombak kesenangan menggulungnya. Dia ingin menahannya di sana untuk selamanya…
Jantung mereka
berdegup sangat keras ketika mereka berbaring bersama, terengah-engah, sampai
mereka bisa berbicara.
“Oh Tuhan Emma…aku
sangat menginginkanmu…”
Dan untuk beberapa
hari kedepan, tak ada sepatah katapun yang sanggup melukiskan momen itu…
TAMAT
Baca juga
No comments:
Post a Comment