Suntuk! Satu kata yang
membawaku melarikan motor kesayanganku membelah dinginnya malam bulan Agustus,
menuju ke pusat keramaian kota Yogyakarta, Maliboro. Terus terang fikiranku
kacau, wanita yang aku sayangi sore tadi pergi tanpa pamit bersama temannya ke
luar kota. Padahal sudah lima hari ini tak diberinya jatah sex, dengan alasan
sedang ujian tengah semester. Mau meledak rasanya kepala ini, harus kusalurkan
nafsu ini bila tak ingin uring-uringan terus. Terbayang di benak semua rencana
tuk malam ini memberi kepuasan dirinya dan pelampiasan nafsuku, sebutir obat
kuat telah kusiapkan disaku calana. SIAL! makiku dalam hati…
Warung itu terlihat
sepi. Sebetulnya bukan warung, lebih mirip gerobak dorong makanan yang
terparkir di pinggir jalan seberang toko Ramai Malioboro. Kuparkir motor di
depan gerobak makanan itu, kupesan segelas jahe tape untuk mengusir dinginnya
malam. Kulirik jam baru setengan sembilan malam, tinggal setengah
jam lagi bubaran
toko-toko sepanjang Malioboro, dimana pelayan-pelayan toko berhamburan keluar
toko untuk pulang. Kuraih rokok di saku jaket yang tinggal tiga batang,
kunyalakan dan kuhisap kuat sambil kuhembuskan keras ke udara. Dinginnya malam
tak cukup untuk mendinginkan hati ini, terlebih dalam calanaku yang
menginginkan jatah. Fikiranku melayang mencari cara memenuhi hasrat ini.
Waktu pun berjalan,
fikiranku terus berkecamuk, terdengar suara wanita memesan segelas teh hangat
di sampingku. Kugeser letak dudukku, kulirik dia, hmm lumayan juga nih cewek.
“Permisi mas numpang duduk” sapanya. “Oh monggo, silahkan-silahkan” jawabku
memberi tempat kepadanya. “Kok belum pulang mbak?” tanyaku membuka percakapan.
“Iya mas, tunggu jemputan, tapi kok belum kelihatan ya” jawabnya sambil
menengok kiri dan kanan. “Biasanya dah jemput dari tadi lho mas” tambahnya.
Tiba-tiba Hp di tas wanita itu berbunyi, kulihat dia menjawab telepon itu,
kuperhatikan wajahnya. Alamak! wajah itu tertekuk marah, menambah manis wajah
ayunya. “Kurang ajar” katanya sambil menutup pembicaraan teleponnya. “Kenapa
mbak, kok marah-marah?” tanyaku padanya. “Dasar cowok gak tahu di untung,
minggat sana sama gendaknya” maki dirinya kepada cowok di telepon tadi.
Tiba-tiba dia menelungkupkan wajah ayunya ke atas meja sambil menangis. Wah
kacau nih, pikirku. “Sudahlah mbak, nggak usah dipikirin, laki-laki emang
begitu” rayuku sambil tak kusadari bahwa aku juga laki-laki yang mungkin lebih
berengsek dari cowoknya tadi.
“Gimana kalau saya
saja yang mengantar embak?” kutawari diriku untuk mengantar. Wanita itu
menengadah, terlihat air mata yang masih mengalir dari kedua boal matanya. Oh
My God, ayu tenan gumam hatiku, wajahnya itu lho lucu, imut, kasihan diterpa
cahaya lampu tempel di meja gerobak dagangan makanan. “Mas nggak papa? Nanti
ada yang marah? tanyanya sambil menatap lekat padaku. “Kita senasib kok mbak,
Anton” kataku memperkenalkan diri sambil meraih tangannya menuju motor. Setelah
kubayar minuman kita, kuulurkan helm kepadanya. Motor kustarter, dia duduk
dibelakangku. “Aku Ika mas. Senasib bagaimana sih mas?” tanyanya padaku. “Aku
juga ditinggal cewekku sore tadi, dia pergi sama teman-temannya tanpa pamit
padaku” jawabku. “Tinggalmu di daerah mana mbak?” tanyaku. “Apa” tanyanya
sambil mendekatkan kepalanya ke samping kepalaku, seerrr… payudara yang bulat
kencang, sekarang nempel merapat di punggungku, terjadilah pemberontakan di
dalam celana dalamku. Sial… aku lupa mencukur bulu bawahku, sekarang terasa
perih menggigit terdesak pisang ambonku yang perlahan serta pasti mengeras.
“Kenapa mas?” tanyanya sekali lagi padaku. Wajah gadis itu di sebelah kanan
agak kebelakang arah wajahku, kutengok ke samping kanan, persis yang kuduga
sebelumnya, begitu menengok, kucium lembut dan menyentuh pipi serta sedikit
mulutnya, “iiiihhh, nakal ya masnya ini” katanya sambil mencubit pinggangku.
Haa haa haa… “Kostmu daerah mana adik manis?” tanyaku menahan perih di pinggang
akibat cubitannya. “Enggak tau, aku lagi males pulang” cemberutnya sambil terus
mencubit pinggangku. Kuhentikan motorku di tepi jalan. “Kok berhenti mas?”
tanyanya. “Habis kamu nyubit terus dan gak di lepas-lepas sih… nanti gimana
jalan motornya?” candaku. “Habis masnya juga genit sih, pake ngesun segala”
ujarnya. “Nah gitu dong, jangan sedih terus, ntar ilang lho manisnya” kataku
cengengesen. “Tu kan… mulai lagi” ketusnya sambil bersiap untuk mencubit
pinggangku lagi. Kutangkap tangan lembut itu, kugenggam mesra sambil bertanya
“Trus kita mau ke mana cah ayu?” Ditundukkannya wajahnya “Terserah mas aja lah.
pokoknya aku males pulang ke kostan”. “Ya oke deh, kita nikmatin malam ini
berdua aja ya” jawabku. “He eh” sambutnya sambil melendot manja, ah dasar
wanita dirayu sedikit, keluar deh manjanya. Kulaju motorku ke arah selatan
Yogya. Namanya rejeki gak lari ke mana, sorak hatiku.
Sampailah kita di
daerah pantai Parang Tritis, angin laut selatan menyambut kita disertai
dinginnya musim kemarau bulan Agustus. Kulepas jaketku dan kukenakan kepadanya
yang hanya berkaus ketat berlengan pendek. Kuparkir motor di atas pasir pesisir
pantai, kurengkuh bahunya untuk duduk di pasir, dia diam saja, pandangan jauh
menatap kelamnya lautan. “Kenapa, kok ngelamun” tanyaku. “Tauk nih, kita kan
baru beberapa jam lalu kenalan, kok udah akrab ya” jawabnya. “Emang kenapa?
nggak boleh? Aku suka dari pandangan pertama tuh” kataku ngawur. “Iiiiih, ngawur
lagi deh” sergahnya sambil mulai mencubitku lagi. Sebelum tangan itu sampai,
aku bangkit berlari menghindar, terjadilah kejar-kejaran diantara kami, sampai
suatu saat kakiku tersandung lobang dan jatuh. Karena jarak kami tidak terlalu
jauh, dia pun ikut terjatuh, sebelum sempat kusadari, reflek tanganku meraih
tubuhnya, berpelukanlah kami berdua. Dia terdiam, akupun menahan nafas,
perlahan kusorongkan wajahku mendekati wajahnya, kucium lembut bibirnya, ia pun
membalas sambil memejamkan matanya, kami berdua terhanyut, melayang tinggi
dengan latar belakang deburan ombak pantai selatan.
Malampun semakin
larut, kami memutuskan untuk menginap di salah satu losmen yang berada i
sekitar pantai. “Kok kamu mau menginap dengan cowok yang baru kamu kenal sih”
bisikku ketelinganya. “Habis mas baik sih, mau nemenin Ika yang lagi sebel”
katanya manja. Kuraih wajahnya, kepagut bibir mungil Ika, kami berdua berciuman
mesra. Tangan kananku memeluk pinggang, tangan kiriku bergerilya masuk ke dalam
kaus Ika. Cumbuan kualihkan ke leher jenjang Ika, dia mendesis dipeluknya
tubuhku. “Sss…mass… enaaakk” erang Ika. Tangan kiriku berusaha masuk melalui
bra yang agak ketat, sedang tangan kananku berusaha membuka kaitan bra di
punggung Ika. “Mas Ann… ton… Ika lee.. messs nih… sambil tiduran yuk…?”
pintanya. Kurebahkan diri Ika ke atas ranjang, kumainkan kedua belah payudara
Ika, Ika terpejam kembali dengan mengerang perlahan… sss… sss… yang keras mas
remasnya… sss…
Kubungkukkan bandan,
mendekat ke arah payudara Ika, ku kulum puting sebelah kiri sementara tangan
kananku meremas sebelah kanan. Tangan ika menjambak rambutku… Sss… enaaakk…
masssss… hisap yang kuat sayang… Jilatanku kuteruskan menelusuri sampai ke
pusar, kumainkan lidahku di lubang pusar Ika. Malam kian larut, deburan ombak terdengar
sampai ke dalam kamar losmen, seakan musik mengiringi deru nafas memburu kami
berdua. Kupandangi tubuh Ika, kuusap mesra wajahnya, Ika memandangku pasrah,
kubelai perutnya dengan tangan kanan, terus turun hingga ke celana panjang Ika.
Kubuka kancing celana Ika, kuturunkan resluiting dan kubelai dengan punggung
tanganku.
“Mas Anton… jangan
siksa Ika dong… cepet copot baju dan celana mas juga” pinta Ika seperti
memelas. “Sebentar sayang, mas mau buang air kecil dulu ya” kataku sambil
berlalu ke kamar mandi. Aku mencopot baju dan celanaku serta celana dalamku
sambil mengelus penisku “sabar ya sayang, nanti kukenalkan pasanganmu” kataku
bergumam senang. Ika terpekik tertahan melihat kondisiku yang bugil, sambil
menutup mulutnya. “Mas Anton… kok gede banget penisnya? kira-kira muat gak ya
unya saya?” tanyanya. “Kamu masih perawan Ka?” tanyaku mendekatinya. “Udah
enggak sih… cuman dah lama gak kemasukan, apalagi segede punya emas?” jawabnya
senyum dikulum. “Ya udah nikmatin dulu deh punya emas ini ya” kataku sembari
menyodorkan penisku ke wajahnya. Ikapun bangkit dan menyentuh penisku sembari
dijilatinya, kemudian memasukkan batang penisku ke dalam mulutnya, terlihat
sesak tatkala dia memasukkan batangku.
Aku tersenyum
melihatnya terbelalak-belalak. “Cape nih mas mulut Ika, pegel!” protesnya. “Ya
udah, sekarang giliran emas mau cium vegi Ika ya” kataku meredakan protes Ika.
Kemudia Ika kembali tiduran sembari mengangkangkan kedua pahanya, kudekatkan
kepalaku di selangkangan Ika yang memang luar biasa bersihnya kemaluan ika
dengan rambut sedikit dirapikannya, kumulai mengulum kemaluan Ika. Kedua tangan
Ika menjambak rambut di kepalaku. “Achhh… terus masss… yesss… gigit masss…”
erang Ika seperti cacing kepanasan. Gila aja cowok goblok itu, barang sebagus ini
disia-siakan bathinku berkata sembari terus menjilat dan sesekali kumasukkan
lidahku kedalam liang vegi Ika. “Maasss… aaakkkuu… nyammpeee…!” jerit Ika
sembari menekan kepalaku ke dalam vaginanya. Tubuh Ika bergetar hebat, dari
lubang kemaluan Ika keluar lendir orgasme yang lansung tak kusia-siakan untuk
menyedotnya ternyata gurih sekali cairan orgasme Ika. Setelah beberapa saat Ika
tergolek lemas seperti tak bertenaga, kudekati Ika dan berbaring di sisinya,
kukecup keningnya dan kubelai rambut Ika, “Gimana rasanya sayang?” tanyaku. Ika
tak menjawab, hanya tatapan sendu serta senyuman Ika yang mewakili sejuta
kata-kata yang mewakili dirinya mencapai puncak kenikmatan.
Kemudian aku bangkit,
melumuri penisku dengan air ludah, agak kuangkat Ika untuk agak menepi dari
ranjang. Perlahan aku arahkan penisku ke tengah selangkangan Ika. “Pelan-pelan
ya mas…” pinta Ika memohon. Pertama ku sibak bibir vagina Ika, kemudian
kutempelkan kepala helm penisku di tengah vaginanya, perlahan-lahan kudorong
masuk ke dalam. Dengan orgasmenya Ika tadi, seolah telah siap untuk menerima
kedatangan penisku, tetapi tetap saja agak sempit.
Kulihat Ika agak
meringis, “Kenapa Ka?, sakit ya?” tanyaku. “Sedikit mas, tapi gak pa pa kok,
Ika tahan”. Aku gak mau buru-buru, sedikit demi sedikit kukeluar masukkan
batang penisku ke dalam vagina Ika. Setelah masuk setengah, kudiamkan sejenak
untuk memberi waktu vagina Ika menyesuaikan dengan batang penisku, kulihat Ika
menatapku, “Kenapa berhenti mas? aku dah mulai merasa enak kok rasanya” kata Ika
sedikit protes atas perbuatanku. Memang aku penjahat kelamin, kata
teman-temanku, sebetulnya aku sendiri gak setuju karena menurut diriku sendiri
aku adalah penyayang kelamin, gak mau asal aja make love dan wanita merasa
sakit, karena prinsipku hubungan sex itu adalah kepuasan antara dua insan
berlainan jenis.
Setelah kulihat Ika
sudah terbiasa dengan penisku, mulailah kumaju mundurkan senjataku tersebut,
sambil melirik Ika. Ternyata Ikapun sudah menikmati keluar masuknya penisku di
vaginanya. Sekitar lima menit kemudian Ika kontraksi, rupanya dia sudah mau
mencapai orgasme lagi. Massssss…akkkuuu… nyammmppeee… erangnya sambil memeluk
erat tubuh serta menjepit keras pinggulku. Aku imbangi orgasme Ika dengan
menancapkan batang penisku dalam-dalam.
“Gimana sayang?”
tanyaku. “Waduh mas luar biasa deh” jawabnya sambil terengah-engah. Kemudian
Ika aku suruh telentang di atas rajang, kemudian aku naik di atas tubuh Ika,
kujilati sekitar payudara Ika yang memang sudah basah oleh keringatnya.
Kemudian kusuruh kedua tangan Ika untuk menjepit kedua payudaranya, setelah itu
batang penisku aku tusukkan di tengah jepitan payudaranya. Ika tersenyum paham
dengan perbuatanku dan bertanya “Kenapa gak dikeluarin di dalam vagina Ika aja
mass?” tanyanya. “Enggaklah, nanti kamu hamil lagi” jawabku. Ikapun tersenyum
manis. Kukocok kemaluanku di jepitan payudara Ika, tak berapa lama terasa ada
sesuatu yang akan meledak dari ujung kemaluanku, Ika menengadah ke arah
payudaranya, “Kaaa… masss mau sammmpe juga nihhh…” erangku. Kulihat Ika membuka
mulutnya, seolah mau menampung muncratan orgasme ku. Melihat hal itu buru-buru
ku copot penisku dari jepitan payudara Ika dan kumasukkan ke mulut Ika,
disambutnya penisku dan di kulumnya. Meledaklah semua spermaku di mulut Ika
sampai tetes mani terakhir. “Enak kok mas, gurih… Ika seneng sama sperma emas?”
kata Ika sambil tersenyum. Akupun seperti habis berlari berpuluh-puluh meter,
nafasku tersengal tetapi senyumku masih bisa kupaksakan untuk Ika. Kupeluk
tubuh bugil Ika, kuciumi wajah, pipi, dan kamipun beciuman mesra, kamipun
tertidur pulas hingga pagi tanpa sehelai benang nempel di kedua tubuh bugil
kami.
Pagi pun merangkak ke
siang, aku terjaga dan kulihat di sebelahku Ika sudah tidak ada. Dengan
perasaan malas aku bangun dan menuju ke kamar mandi. Sesampai di sana kulihat
Ika membelakangi pintu dan sedang menyikat gigi, perlahan kudekati dan kupeluk
dari belakang, tak lupa tanganku mampir di kedua buah dada Ika.
“Eh dah bangun ya
mas?” sapa Ika. Kurasakan penisku menegang lagi, dengan posisi demikian
kurenggangkan kedua kaki Ika dan perlahan kumasukkan penisku dari belakang. Ika
mengerang lirih dan berpegangan pada tepi bak mandi, sampai akhirnya Ika
mencapai orgasmenya.
Setelah itu ia jongkok
di depanku dan mulai mengulum penisku sampai mencapai orgasme yang ditelan Ika
sampai habis.
Setelah mandi dan
sarapan, kami berdua bersantai di teras depan losmen. Kemudian Ika bertanya
dengan perasaan sedih, “Mass, kira-kira besok-besok gimana ya hubungan kita..”
tanyanya sedih. “Mau kamu gimana Ka? balasku bertanya lagi. “Mau Ika kita gak
buru-buru putus mas, setelah peristiwa semalam sampai hari ini, kayaknya Ika
suka deh sama mas Anton?” katanya sambil mulai meneteskan air mata. Aku bangkit
dan memeluk dirinya, ku elus punggung dan rambutnya. “Mas juga sama kok
perasaannya dengan kamu sayang” kataku menghibur. “Kita lihat besok aja ya, dan
aku janji selalu menghubungi kamu ya Ka.” kataku kemudian. Ika hanya mengangguk
lemah.
Sejak itu sesuai
dengan janjiku, aku selalu mengunjunginya dan kami masih berhubungan intim
terus, bila tidak di kostanku ya di kostnya Ika. Sampai suatu saat dia bilang
kalau dilamar oleh cowoknya yang dulu, dimana cowoknya telah mengakui
kesalahannya dan berjanji tidak akan menyakiti Ika lagi. Aku pun agak goncang,
tetapi gimana lagi, aku sendiri masih kuliah, masih nodong orang tua, sementara
cowok si Ika telah bekerja, akhirnya kuihklaskan kepergian Ika. Sebelum
berpisah Ika kuajak ke Tawangmangu selama dua hari, berdua memuaskan hasrat
sebelum berpisah. Memang Ika sendiri tidak bisa menolak cowok tersebut yang
masih terhitung famili jauhnya, setelah kunasihati akhirnya Ika mau mengerti
dan menerima lamaran cowoknya.
Kini aku jomblo lagi,
sementara cewekku dulu sudah aku putus kemarin-kemarin, yah semoga bro-bro
masih mau membaca kisah petualanganku yang lain di lain cerita…
TAMAT
Baca juga
No comments:
Post a Comment