Mamaku itu memang
hebat. Di usianya yang sudah kepala lima dia masih tetap cantik dan sexy. Di
pekerjaanpun ia tetap paten. Karirnya melesat terus. Jabatannya kini sudah
wakil direktur di perusahaan tempatnya bekerja. Karena hidup dengan Mama
sejahtera, maka aku memilih untuk tinggal bersamanya sejak ia bercerai dengan
Papaku setahun yang lalu.
Papaku yang cuma
bekerja sebagai pegawai rendahan, mana bisa memenuhi kebutuhanku yang doyan
hura-hura. Jangankan membelikanku mobil, sepeda motor aja Papa enggak bisa. Dua
orang adikku juga memilih tinggal bersama Mama. Sama sepertiku, mereka juga
doyan hura-hura. Ngabisin duit Mama yang aku enggak tahu gimana caranya, selalu
saja ada. Apa yang kami minta selalu bisa dipenuhinya.
Namaku Tomi. Semester
enam fakultas ekonomi di sebuah perguruan tinggi swasta yang beken di Jakarta.
Adikku Mimi. Juga kuliah di fakultas ekonomi satu kampus denganku. Tapi dia
masih duduk di semester dua. Adikku yang paling kecil, Toni. Dia masih kelas
tiga SMU.
Dari kecil selalu
hidup bergelimang harta, dari penghasilan Mamaku, membuat kehidupan glamour
sangat melekat pada diri kami. Masing-masing kami dibelikan Mama mobil sebagai
alat transportasi. Uang jajan tak pernah kurang. Karena itu aku dan adik-adikku
tak pernah protes dengan apapun yang dikerjakan oleh Mamaku. Aku dan
adik-adikku selalu kompak membela Mama. Termasuk saat bercerai dengan Papa.
Padahal sebab perceraian kedua orangtuaku itu adalah jelas-jelas karena
kesalahan Mama. Papa menangkap basah Mama sedang pesta sex dengan tiga orang
gigolo muda di hotel!
Meski begitu, aku dan
adik-adikku tetap aja kompak membela Mama. Soalnya belain Papa juga enggak ada
untungnya. Lagian kelakuanku dan adik-adikku juga enggak beda-beda amat sama
Mama. Aku dan Toni pernah bawa perek ke rumah. Si Mimi tahu tentang hal itu dan
dia sih santai-santai aja. Soalnya dia juga sering bawa cowok ganteng ke
kamarnya.
Setelah bercerai,
rumah kami yang megah jadi seperti rumah bordil aja deh. Mama, aku, Mimi, dan
Toni, rutin bawa partner sex kemari. Karena kami sama gilanya, jadi asyik.
Kalau waktu ada Papa enggak asyik. Papa suka rese. Meski tak bisa memarahi
kelakukan binal anak-anaknya, tapi Papa suka ngomel atau ngasih nasehat. Huh,
menyebalkan aja Papaku itu.
Dari banyak cowok, si
Willy yang paling sering dibawa Mama ke rumah. Dia tuh, kayak suami baru Mama
aja jadinya. Hampir tiap hari dia ada di rumah. Paling kalau Mama lagi bosen
dan ingin cari variasi pasangan lain, barulah dia ngibrit dari rumahku, balik
ke kostnya.
Karena seringnya si
Willy di rumah, aku dan adik-adikku jadi akrab dengan dia. Apalagi usianya
enggak jauh dariku. Dia juga masih kuliah. Umurnya hanya lebih tua dua tahun
dariku. Obrolan kami nyambung. Tentang apa saja. Otomotif, sport, musik, dan
pasti ngesex. Hehe. Bisa dibilang, si Willy ini piaraan Mama. Segala biaya
hidupnya, Mamaku yang nanggung.
Si Mimi paling senang
dengan keberadaan Willy di rumah. Piaraan Mama itu dimanfaatinnya juga buat
muasin nafsunya yang binal.
“Habisnya si Willy itu
ganteng banget sih. Macho. Mana bodinya oke banget lagi. Belum lagi kontolnya.
Gede banget Tom. Ngesexnya gila-gilaan. Pantes aja Mama paling demen ama dia
dibandingin ama gigolonya yang lain,” kata Mimi padaku suatu hari. Dasar nakal.
Dasar maniak tuh si Mimi.
Mendengar cerita si
Mimi tentang kontolnya si Willy membuatku penasaran juga. Eits. Jangan salah
sangka dulu men. Aku bukan gay. Jelas-jelas aku cowok straight. Cuman, dengar
ukuran kontol orang sampai 28 sentimeter kan jelas bikin penasaran. Jangankan
aku, cowok lain pasti juga penasaran. Gila aja kontol bisa segede itu!
Selama ini kupikir
kontolku sudah paling gede. Panjangnya sekitar delapan belas senti. Susah-susah
lho, cari kontol sepanjang punyaku ini di Indonesia. Ternyata punya si Willy
malah lebih gila. sampai 28 senti men, selisih sepuluh senti dari punyaku.
Ambil penggarisan deh, liat dari titik 0 senti sampai 28 senti, panjang banget
kan ukuran segitu.
Meski penasaran,
enggak mungkin kan aku permisi ke dia buat liat kontolnya. Gila aja. enggak
usah ya. Pernah kepikiran buatku untuk ngintip dia saat ngentot dengan Mamaku
atau si Mimi. Tapi males ah. Ngapain juga ngeliat saudara kandung sendiri
ngentot. enggak ada seru-serunya. Entar aku jadi incest lagi. Bikin berabe aja.
Namun, yang namanya
rezeki memang enggak kemana. Waktu itu malem hari. Hampir dini hari malah. Aku
baru pulang. Biasalah, ngabis-ngabisin duit Mama. Semua orang sudah tidur
kayaknya. Kerongkonganku rasanya kering banget. Haus. Aku langsung ke dapur,
ingin ngambil minuman dari lemari es.
Pas aku nyampe di
dapur aku terkesima. Kulihat Mama sedang berbaring telentang di atas meja makan
kami. Pakaian atasannya terbuka memamerkan buah dadanya yang masih kencang dan
besar. Sementara bagian bawah tubuhnya tak menggenakan penutup apa-apa. Sekitar
memeknya yang penuh jembut lebat kulihat belepotan cairan putih kental sampai
ke perutnya. Banyak banget. Mama tak sadar dengan kehadiranku, karena saat itu
ia sedang memejamkan matanya sambil mendesah-desah.
“Ngg.. Enak banget
Will,” katanya dengan suara mendesis. Rupanya dia baru aja dientot sama si
Willy di atas meja makan itu.
Aku segera mengalihkan
tatapanku dari tubuh Mamaku yang mengangkang itu. Entah kenapa, kok aku rasakan
aku kayaknya terangsang. Bisa berabe nih. Pandanganku kualihkan ke lemari es.
Saat menatap ke arah sana aku kembali kaget. Disana berdiri si Willy. Dia tak
menggenakan pakaian apapun menutupi tubuhnya. Badannya yang tinggi dan kekar
berotot itu polos. Dia sedang menenggak coca cola dari botol.
Mataku langsung
menatap ke arah kontolnya. Gila men. Si Mimi enggak bohong. Di selangkangannya
kulihat sebatang kontol dengan ukuran luar biasa. Sedang mengacung tegak ke
atas mengkilap karena belepotan spermanya sendiri kayaknya. Batangnya gemuk,
segemuk botol coca cola yang sedang dipegangnya. Panjang banget. Kepala
kontolnya yang kemerahan seperti jamur melewati pusarnya. Batang gemuk itu
penuh urat-urat. Aku sampai melotot melihatnya. Kupandangi kontol itu dengan
teliti. Ck.. Ck.. Ck.. Sadis.
“Baru pulang Tom?”
kata Willy menegurku.
Ia sudah menyadari
kehadiranku rupanya. Aku segera menolehkan pandanganku dari kontolnya. Gawat
kalau ia tahu aku sedang serius mengamati detil kontolnya itu.
“He eh. Iya,” sahutku
sambil mengangguk.
Untung saja lampu di
dapur itu bernyala redup. kalau terang benderang, pasti Willy bisa mengetahui
kalau wajahku sedang bersemu merah saat itu. Malu.
Mamaku yang sedang
berbaring lemas diatas meja makan tiba-tiba melompat bangun. Ia sibuk
mencari-cari roknya untuk menutupi bagian bawah tubuhnya yang terbuka.
“Eh, Tomi. sudah lama
kau datang?” kata Mama dengan ekspresi malu.
“Baru aja ma,”
sahutku.
Aku beraksi seperti
tidak terjadi apa-apa disitu. Segera kuambil minuman dingin dari lemari es.
Tubuh Willy yang berkeringat tepat disampingku. Saat mataku melirik ke arah
dalam lemari es, mencari minuman, kusempatkan untuk melirik sekali lagi ke arah
batang kontol Willy. Kali ini aku bisa melihatnya lebih jelas. Karena ada
bantuan penerangan dari lampu lemari es. Gila! Bagus banget bentuk kontolnya,
pikirku.
Setelah mendpatkan
minuman dingin, aku segera meninggalkan dapur. Tinggallah Mamaku dan Willy
disana. Aku tak tahu apakah mereka masih melanjutkan lagi permainan cabul
mereka atau tidak. Yang pasti sepanjang jalan menuju kamarku, pikiranku
dipenuhi dengan kontol si Willy yang luar biasa itu.
“Gila! Gila!” rutukku
dalam hati.
Kok aku bisa mikirin
kontol punya cowok lain sih? Ada apa denganku ini? Rasanya malam itu aku susah
untuk tidur. Setelah membalik-balikkan badan beratus kali di atas ranjangku
yang empuk, barulah aku bisa tertidur. Itupun setelah jarum jam menunjukkan
pukul empat pagi. Sebentar lagi pagi menjelang.
Berjumpa dengan Willy
keesokan harinya aku jadi rada-rada grogi. Entah kenapa. Mataku jadi suka
mencuri pandang ke arah selangkangannya. Aku jadi menyadari, kalau ternyata
saat selangkangannya ditutupi celana seperti itu, ukuran tonjolan
diselangkangan itu, memang beda dengan punyaku. Jauh lebih menonjol kayaknya.
Gila! Gila! Rutukku lagi dalam hati. Kok aku jadi mikirin itu aja sih?!
Si Willy sih enggak
ada perubahan. Ia tetap cuek aja seperti biasanya. Ia tak merasa ada yang aneh
dengan kejadian semalam. Sepertinya ia tak perduli kalao aku memergokinya
telanjang bulat bersama Mamaku. Kayaknya, buatnya itu hal yang lumrah saja.
Dasar gigolo profesional dia.
Sebulan berlalu. Dan
selama rentang waktu itu, aku jadi pengamat selangkangan Willy jadinya. Entah
kenapa, aku selalu berharap akan punya kesempatan lagi untuk ngelihat perkakas
gigolo itu. Tapi tak juga pernah kesampaian. Sampai suatu hari.
Aku ingin berenang
pagi-pagi di kolam renang yang ada di halaman belakang rumahku. Ketika aku
sampai di kolam renang mataku langsung menangkap sebuah tontonan cabul. Si Mimi
sedang ngentot dengan Willy. Dasar nekat si Mimi. Padahal Mama kan masih ada di
kamarnya pagi-pagi begini.
Adikku yang cantik dan
sexy itu sedang nungging di tepi kolam renang. Dibelakangnya Willy asyik
menggenjot kontolnya dalam lobang vagina adikku itu. Genjotannya liar dan
keras. Menghentak-hentak. Tubuh si Mimi sampai terdorong-dorong ke depan karena
hentakan itu. Kelihatannya si Mimi keenakan banget. Bibir bawahnya
digigit-gigitnya dengan giginya. Ia menggelinjang-gelinjang sambil merem melek
menikmati hajaran kontol Willy yang luar biasa itu di memeknya.
Aku terangsang hebat.
Celana renang segitiga yang kukenakan, tak lagi bisa menampung kontolku yang
membengkak. Aku tak tahu. Aku terangsang karena apa? Apakah karena melihat
persetubuhan mereka, atau karena serius mengamati kontol besar Willy yang
keluar masuk vagina si Mimi itu. Entahlah.
Tanganku langsung
mengocok batang kontolku yang sudah kukeluarkan dari celana renangku. Kukocok
sekuat tenaga. Cepat. Aku ingin segera menumpahkan spermaku.
“Eh, Tom. Ngapain
luh?” tiba-tiba kudengar suara Mimi menegurku.
Mataku yang sedang
merem melek langsung menatapnya. Kulihat ia menolehkan wajahnya yang cantik
memandangku yang sedang berdiri mengangang sambil ngocok. Willy tersenyum
memandangku. Mereka tak menghentikan permainan mereka.
“memang lo enggak bisa
liat, gue lagi ngapain,” jawabku cuek. Willy tertawa kecil mendengar jawabanku.
“Gila lo,” kata Mimi.
Setelah itu ia kembali asyik menikmati genjotan Willy.
Akhirnya akupun
orgasme sambil memandangi Mimi dan Willy yang terus bercinta. Tak lama setelah
itu si Willy yang orgasme di mulut Mimi. Sebelum spermanya sempat mencelat dari
lobang kencingnya, Willy menyempatkan menyabut kontolnya yang gemuk dan panjang
itu dari vagina Mimi. Lalu disuruhnya Mimi membuka mulutnya lebar-lebar
menyambut tumpahan sperma Willy yang deras. Aku benar-benar terbius birahi
melihat detik-detik Willy menumpahkan spermanya di mulut adikku itu. Entah
kenapa nafsuku terasa menggelegak melihat kontol itu menyemburkan spermanya
yang deras berulang-ulang. Kupelototi setiap detik orgasme Willy itu tanpa berkedip
sama sekali. Aku tak ingin kehilangan momen yang indah itu sedetikpun.
“Gila lo. Adik sendiri
ngentot ditonton,” kata Mimi padaku.
Saat itu kami bertiga
berbaring di tepi kolam renang kelelahan. Kalau orang melihat kami saat itu,
mereka tidak mengetahui kalau kami baru saja orgasme tadi. Yang melihat pasti
hanya mengira kami sedang berjemur menikmati cahaya matahari di tepi kolam
renang.
“Habisnya elo berdua
sama gilanya sih. Masak pagi-pagi ngentot disini. Ketahuan Mama gimana?”
sahutku.
“Cuek. Mama enggak
bakalan bangun. Sebelum ngentotin gua, Mama habis dihajar sama si Willy. Jadi
Mama pasti sedang ngorok kecapaian,” jawab Mimi yakin.
“Benar Wil?” tanyaku.
“Yap,” sahut Willy
singkat.
Dasar si Willy. Habis
ngentot dengan Mama, masih sanggup ngentoti si Mimi sebinal tadi. Benar-benar
profesional nih cowok, pikirku. Itu pengalaman keduaku melihat kontol si Willy.
Seru? Belum! Ada pengalaman berikutnya yang lebih seru dari itu.
Dua minggu kemudian.
Aku baru bangun tidur siang. Sekitar jam tiga sore. Waktu itu hari Rabu, aku
enggak ada kelas. Karena itu biasanya habis tidur siang, sorenya aku latihan
tenis. Kuubek-ubek kamarku, tapi tak kutemukan dimana raket tenisku berada.
Jangan-jangan dipinjam si Toni, pikirku. Adik bungsuku itu memang doyan banget
minjem barang-barangku tanpa permisi.
Aku segera menuju
kamarnya yang terletak di pavilyun samping bangunan utama rumah kami. Toni
memang sengaja diberikan kamar disitu. Maklum ABG. Dia doyan nge-Band bareng
temannya. Daripada ribut dengar suara alat musik yang dimainkannya
bareng-bareng temannya maka lebih aman meletakkannya disitu. Jadi suaranya
tidak terlalu keras terdengar di dalam rumah. Mending suara musik yang
dimainkan asyik di dengar kuping. Ini malah musik yang enggak jelas
juntrungannya. Metal yang enggak mutu. Ups, jangan salah sangka lagi. Aku bukan
anti metal. Aku doyan metal. Tapi metal yang enggak dimaenin sama Toni dan
teman-temannya. He.. he..
Pintu kamar Toni
tertutup rapat. Juga gorden jendelanya. Tumben. Pikirku. Jarang-jarang gorden
kamarnya ditutup. Paling juga kalau sudah malem kalau dia tidur. Dari kamarnya
terdengar hingar bingar musik metal dari tape. Si Toni berarti ada di kamar,
pikirku. Kugenggam gerendel pintu, kuputar. Tak terkunci. Kubuka pintu dan
langsung melongokkan wajahku ke kamarnya. Aku sudah bersiap-siap untuk ngomel
ke dia.
“Toni! sudah berapa
kali gue bilang, jangan ambil barang-barang gue seenaknya.. Hahh?!!,”
kata-kataku terhenti segera.
Mulutku menganga,
tenggorokanku rasanya tercekat. Mataku melotot melihat peristiwa yang terjadi
dalam kamar Toni.
Adikku itu sedang
bermain cinta di kamarnya. Tubuhnya telentang di atas ranjang. Pakaian
sekolahnya belum terlepas seluruhnya. Hanya resleting celananya saja yang
terbuka lebar. Kontolnya yang nongol dari celah resleting itu, ngaceng total
sedang dikulum oleh seseorang yang sedang menungging dalam posisi berlawanan
arah dengan Toni di atas tubuhnya.
Aku sih sudah tahu
kalau kelakuan adikku yang masih ABG ini sama bejatnya seperti aku. Aku sudah
sangat tahu kalau dia doyan ngesex dengan orang lain. Harusnya aku tak perlu
kaget melihatnya sedang in action seperti ini. Tapi gimana aku enggak kaget
kali ini, yang kulihat saat ini sangat tidak biasa. Toni maen kulum-kuluman
kontol bukan dengan cewek. Tapi dengan cowok men. Dan cowok yang sedang
mengulum kontolnya itu adalah si Willy! Shit!
Si Tonipun edan. Masak
mulutnya juga ngulum kontol si Willy? Ngawur! Yang benar aja, kontol gede si
Willy itu dikuluminya dengan penuh nafsu seperti ngulum permen lolipop saja.
Toni kulihat salah tingkah setelah menyadari kehadiranku. Buru-buru
dilepaskannya kontol si Willy dari mulutnya. Ia segera bangkit dan membereskan
celananya. Sementara si Willy kulihat tenang-tenang saja.
“Ngapain Tom? Masuk
kamar gue kok enggak ngetuk pintu dulu,” kata Toni terlihat kurang suka padaku.
“Memang elo pernah
ngetuk pintu kalau masuk kamar gua?” sahutku. Kupandangi keduanya dengan
tatapan tajam. Willy kulihat tersenyum padaku.
“Hai Tom,” katanya
melambaikan tangan seperti tak ada apa-apa.
“Ngapain elo berdua?”
kataku dingin.
“Enggak ngapa-ngapain.
Mau ngapain elo?” sahut Toni masih salah tingkah.
“Enggak
ngapa-ngapain?! Jelas-jelas mata gua ngelihat elo berdua sedang emut-emutan
kontol kok elo bisa ngomong enggak ngapa-ngapain. Elo homo?!” kataku.
“Siapa yang homo? Enak
aja!” kata Toni protes.
“Kalau bukan homo, apa
namanya cowok sama cowok emut-emutan kontol begitu? Nah elo, kok elo bisa..,”
kataku pada Willy.
Kalimatku tak
kusambung. Aku menatap bingung padanya.
“Sante aja men. Ini
hal yang biasa kok,” sahut Willy tanpa beban.
“Biasa??!” tanyaku
bingung. Dahiku mengernyit.
“Iya. Gue sama Toni
kebetulan lagi sama-sama horny. enggak ada pelampiasan, ya sudah, kenapa kita
enggak maen berdua aja. Toh tujuannya cuman untuk melampiaskan birahi doang.
Maen sama cewek juga emut-emutan kan. Gua punya mulut, Toni punya mulut, kan bisa
dipake untuk ngemut. Hasilnya tetap sama kok,” sahut Willy tenang.
Gigolo ganteng itu
benar-benar tenang luar biasa. Sepertinya apa yang dilakukannya bersama Toni
itu bukan hal yang aneh. Aku jadi terkesima mendengar jawabannya. Toni kulihat
mengangguk-angguk mendengar kata-kata Willy. Duduk dengan seragam SMUnya diatas
ranjang, adik bungsuku itu tak berkata apa-apa.
“Gua enggak ngerti
deh. Gua yang gila atau elo berdua yang gila,” kataku.
“Enggak ada yang gila
Tom. Apa gue pernah ngatain elo gila karena elo suka mandangin kontol gua?
enggak pernah kan?”
“Maksud elo?”
“Jangan pura-pura
bego. Gue tahu kok elo suka curi-curi pandang lihat tonjolan di selangkangan
gue. Apalagi kalau pas gue telanjang bulat. Mata elo kan sampai melotot
ngelihat adik gue ini kan,” kata Willy.
Ia
menggoyang-goyangkan kontolnya yang sudah lemas. Memamerkannya padaku. Aku tak
tahu mau bilang apa lagi. Tak kusangka Willy mengetahui kalau aku selalu
memperhatikan perkakasnya selama ini.
“Sudahlah. Sekarang
elo mau berdiri terus disitu sambil ngelihatin kita sekaligus melototin kontol
gue, atau mau ikutan bareng kita menikmati anugerah yang kita miliki. Tom kita
harus bersyukur lo, kita bertiga kan dianugerahi kontol yang punya ukuran
diatas rata-rata. enggak banyak lo orang yang dianugerahi hal beginian,” kata
Willy.
Benar yang dikatakan
Willy. Kami bertiga memang punya ukuran kontol yang diatas rata-rata. Adikku si
Tony kulihat juga punya kontol yang gede. Ukurannya enggak jauh-jauh dengan
ukuranku.
Akal sehatku sirna.
Aku yang memang sudah cukup lama tergoda dengan kontol si Willy akhirnya pasrah
saja saat Willy dan Toni membimbingku ke arah ranjang. Kubiarkan saja mereka
mempreteli seluruh pakaianku. Kami bertiga telanjang bulat di dalam kamar Toni.
Willy memberikan
penghormatan khusus padaku. Rasa penasaranku pada kontolnya yang gede itu
dipuaskan olehnya. Willy mengangkangi leherku saat aku berbaring telentang di
atas ranjang. Kontolnya yang besar ditampar-tamparkannya ke pipiku. Birahiku
menggelegak. Pertama kali seumur hidupku aku diperlakukan seperti ini. Saking
menggelegaknya birahiku akhirnya apa yang tak pernah terpikirkan selama ini
dibenakku kulakukan. Kukulum kontol Willy sepuas-puasnya. Aku menggila. Seperti
anjing ketemu tulang, kulahap kontol Willy. Aku tak ubahnya Mamaku dan Mimi
yang tergila-gila pada kontol gigolo ganteng ini.
Rupanya Tonipun sama
tergila-gilanya seperti aku. Ia berebutan denganku mengerjai kontol besar si
Willy. Seringkali kudorong wajah ganteng adikku yang masih abg itu menjauhi
kontol Willy, karena aku sudah tak sabar ingin memasukkan batang gede itu dalam
mulutku. kalau sudah gitu, Toni cuman bisa bersungut-sungut padaku. Aku cuek
aja. Sementara Willy tertawa melihat kami berebutan kontolnya seperti itu.
“Kalian sekeluarga
sama binalnya deh,” komentarnya.
Ia pasti teringat pada
Mama dan Mimi saat mengoral kontolnya. Pasti sama maniaknya seperti aku dan
Toni.
Aku jadi terlupa,
bahwa aku laki-laki straight. Aku jadi menikmati permainan laki-laki seperti
ini. Willy rupanya tak mau melewatkan kontolku dan Toni. Dia segera membalik
tubuhnya berlawanan arah denganku. Aku dan Toni sama-sama berbaring telentang
bersisian. Mulut kami bergantian mengulum kontol Willy. Sementara Willy yang
menungging diatas kami menggilir kontolku dan Toni. Mulutnya ganti berganti
mengulum kontolku dan kontol adikku itu. Saat mulutnya di kontolku, tangannya
mengocok kontol Toni. Begitu juga sebaliknya.
Sore itu aku tak jadi
latihan tenis. Kebetulan Mama belum pulang dari kantor, dan Mimi tak ada di
rumah, kami puas-puaskan bermain sex bertiga. Segala apa yang memungkinkan,
kami lakukan bertiga. Termasuk juga saling menyodomi satu sama lain. Baby oil
yang biasanya digunakan Toni untuk coli, kami gunakan sebagai pelumas agar
kontol tak terlalu sulit memasuki lobang pantat. Meski dianal adalah kali
pertama buatku, tapi aku ternyata bisa menikmatinya. Diantara rasa sakit
dimasuki kontol dalam lobang pantat, aku merasakan juga nikmat yang luar biasa.
Saat sore menjelang,
kami segera cabut menuju kost Willy. Kami tak mau terganggu dengan kepulangan
Mama dari tempat kerjanya. Pada Mama, Willy menelpon bahwa dia tak menginap di
rumah kami malam itu. Ada kerjaan, alasannya pada Mama. Sementara aku dan Toni
tak perlu menelpon Mama. Sudah biasa kami tak tidur di rumah. Jadi Mama tak
akan merasa aneh. Malam itu kami puas-puaskan bermain cinta bertiga. Tak
peduli, bahwa aku dan Toni adalah saudara kandung, kami juga saling menyodomi.
Setelah beberapa kali
bersetubuh, akhirnya kami bisa memahami posisi masing-masing. Meskipun kami
sama-sama fleksibel saat bercinta, namun Toni lebih suka pada posisi dianal,
baik olehku maupun Willy. Sedangkan aku dan Willy suka keduanya, baik dianal
dan menganal. Hanya saja aku lebih menikmati dianal oleh Willy daripada oleh
Toni. Kontol Willy yang sangat besar sungguh membuatku keenakan. Aku sampai
menggelepar-gelepar saat dianalnya.
kalau menganal, aku
lebih suka melakukannya pada Toni. Aku sangat suka melihat ekspresi adikku yang
sepertinya kesakitan namun terus memaksaku untuk mengentotnya dengan buas.
Sedangkan kalau menganal Willy, aku tak menemukan ekspresi itu. Willy sudah
sangat profesional dalam hal ini. Ternyata dia adalah gigolo bagi wanita dan
laki-laki sekaligus. Saat dientot, ekspresinya hanya penuh kenikmatan saja.
Lagipula, lobang pantat Willy tak sesempit lobang pantat si Toni. Lobang pantat
Willy sudah mengendor. Dia sudah sering dientot oleh laki-laki lain.
Kami bercinta tiada
henti. Willy memberikan kami minuman rahasia miliknya. Minuman yang membuat
tenaga kami tak kunjung sirna. Pantas saja tenaga gigolo ini bak kuda liar. Ia
punya ramuan rahasia rupanya. Saat kutanyakan pada Willy, apa cairan itu dan
darimana ia memperolehnya, gigolo itu tak mau mengatakannya padaku.
“Ini rahasia
perusahaan,” jawabnya. Aku dan Toni tertawa mendengar jawabannya.
Hari kamis esoknya,
harusnya Toni sekolah. Tapi adik bungsuku itu bolos. Aku juga bolos kuliah, pun
Willy. Kami seperti mesin sex. Toni tak bosan-bosannya memintaku dan Willy
bergantian menghajar lobang pantatnya. Dia benar-benar ketagihan.
“Pantes aja
cewek-cewek suka dientot. Enak banget men,” komentarnya.
Pantat Toni yang putih
dan montok penuh semangat bergerak saat Willy atau aku menyodominya. kalau
kupikir-pikir, goyang ngebor Inul, kalah jauh deh dibandingin ngebornya si
Toni. Membuatku dan Willy tak kuasa untuk menahan orgasme. Sperma kami tumpah
memenuhi lobang pantat adikku itu. Kamar kos Willy semerbak dengan bau sperma
dan keringat kami. Bau ini malah semakin membuat kami bernafsu untuk mengentot
lagi dan lagi.
Setelah sore, akhirnya
kami kembali ke rumah. Dan sejak itu kami menjadi rutin ngesex bertiga.
Mencuri-curi kesempatan tanpa sepengetahuan Mama dan Mimi. Apa yang kami
lakukan adalah rahasia kami bertiga. Tak perlu orang lain tahu. Termasuk juga
cewek-cewek kami. Apalagi Mama dan si Mimi.
END
Baca juga
No comments:
Post a Comment