Namaku Erick, tentunya
bukan nama asli dong. Aku tinggal di suatu kota yang kebetulan sering dijuluki
sebagai kota kembang pengalamanku ini terjadi mungkin kira- kira 2 tahun yang
lalu. Sebut saja Indi (bukan nama sebenarnya), dia adalah tunangan temanku yang
bernama Edi (bukan nama asli) yang tinggal di Jakarta, yang mana pada waktu itu
Edi harus keluar kota untuk keperluan bisnisnya. Oh ya, Edi ini punya adik
laki-laki yang bernama Deni, dimana adiknya itu teman mainku juga. Kalau tidak
salah, malam itu adalah malam minggu, kebetulan pada waktu itu aku lagi
bersiap-siap untuk keluar.
Tiba-tiba telpon di
rumahku berbunyi, ternyata dari Deni yang mau pinjam motorku untuk menjemput
temannya di stasiun kereta api. Dia juga bilang nitip sebentar tunangan
kakaknya, karena di rumah lagi tidak ada siapa-siapa. Aku tidak bisa menolak,
lagi
pula aku ingin tahu
tunangan temanku itu seperti bagaimana rupanya. Tidak lama kemudian Deni
datang, karena rumahnya memang tidak begitu jauh dari rumahku dan langsung
menuju ke kamarku.
“Hei Rick..! Aku
langsung pergi nih.. mana kuncinya..?” kata Deni. “Tuh.., di atas meja
belajar.” kataku, padahal dalam hati aku kesal juga bisa batal deh acaraku. “Oh
ya Rick.., kenalin nih tunangan kakakku. Aku nitip sebentar ya, soalnya tadi di
rumah nggak ada siapa-siapa, jadinya aku ajak dulu kesini. Bentar kok Rick..,”
kata Deni sambil tertawa kecil. “Erick..,” kataku sambil menyodorkan tanganku.
“Indi..,” katanya sambil tersenyum. “Busyeett..! Senyumannya..!” kataku dalam
hati. Jantungku langsung berdebar- debar ketika berjabatan tangan dengannya.
Bibirnya sensual
sekali, kulitnya putih, payudaranya lumayan besar, matanya, hidungnya,
pokoknya, wahh..! Akibatnya pikiran kotorku mulai keluar. “Heh..! Kok malah
bengong Rick..!” kata Deni sambil menepuk pundakku. “Eh.. oh.. kenapa Den..?”
kaget juga aku. “Rick, aku pergi dulu ya..! Ooh ya Ndi.., kalo si Erick
macem-macem, teriak aja..!” ucap Deni sambil langsung pergi. Indi hanya
tersenyum saja. “Sialan lu Den..!” gerutuku dalam hati.
Seperginya Deni, aku
jadi seperti orang bingung saja, serba salah dan aku tidak tahu apa yang harus
kulakukan. Memang pada dasarnya aku ini sifatnya agak pemalu, tapi kupaksakan
juga akhirnya. “Mo minum apa Ndi..?” kataku melepas rasa maluku. “Apa aja deh
Rick. Asal jangan ngasih racun.” katanya sambil tersenyum. “Bisa juga bercanda
nih cewek, aku kasih obat perangsang baru tau..!” kataku dalam hati sambil
pergi untuk mengambil beberapa minuman kaleng di dalam kulkas.
Akhirnya kami
mengobrol tidak menentu, sampai dia menceritakan kalau dia lagi kesal sekali
sama Edi tunangannya itu, pasalnya dia itu sama sekali tidak tahu kalau Edi
pergi keluar kota. Sudah jauh-jauh datang ke Bandung, nyatanya orang yang
dituju lagi pergi, padahal sebelumnya Edi bilang bahwa dia tidak akan kemana-mana.
“Udah deh Ndi..,
mungkin rencananya itu diluar dugaan.., jadi Kamu harus ngerti dong..!” kataku
sok bijaksana. “Kalo sekali sih nggak apa Rick, tapi ini udah yang keberapa
kalinya, Aku kadang suka curiga, jangan-jangan Dia punya cewek lain..!” ucap
Indi dengan nada kesal. “Heh.., jangan nuduh dulu Ndi, siapa tau dugaan Kamu
salah,” kataku. “Tau ah.., jadi bingung Aku Rick, udah deh, nggak usah
ngomongin Dia lagi..!” potong Indi. “Terus mau ngomong apa nih..?” kataku
polos. Indi tersenyum mendengar ucapanku. “Kamu udah punya pacar Rick..?” tanya
Indi. “Eh, belom.. nggak laku Ndi.. mana ada yang mau sama Aku..?” jawabku
sedikit berbohong. “Ah bohong Kamu Rick..!” ucap Indi sambil mencubit lenganku.
Seerr..!
Tiba- tiba aliran
darahku seperti melaju dengan cepat, otomatis adikku berdiri perlahan- lahan,
aku jadi salah tingkah. Sepertinya si Indi melihat perubahan yang terjadi pada
diriku, aku langsung pura-pura mau mengambil minum lagi, karena memang
minumanku sudah habis, tetapi dia langsung menarik tanganku. “Ada apa Ndi..?
Minumannya sudah habis juga..?” katak u pura-pura bodoh. “Rick, Kamu mau
nolongin Aku..?” ucap Indi seperti memelas. “Iyaa.., ada apa Ndi..?” jawabku.
“Aku.., Aku.. pengen bercinta Rick..?” pinta Indi.
“Hah..!” kaget juga
aku mendengarnya, bagai petir di siang hari, bayangkan saja, baru juga satu jam
yang lalu kami berkenalan, tetapi dia sudah mengucapkan hal seperti itu
kepadaku. “Ka.., Kamu..?” ujarku terbata-bata. Belum juga kusempat meneruskan
kata- kataku, telunjuknya langsung ditempelkan ke bibirku, kemudian dia
membelai pipiku, kemudian dengan lembut dia juga mencium bibirku. Aku hanya
bisa diam saja mendapat perlakuan seperti itu.
Walaupun ini mungkin
bukan yang pertama kalinya bagiku, namun kalau yang seperti ini aku baru yang
pertama kalinya merasakan dengan orang yang baru kukenal. Begitu lembut dia
mencium bibirku, kemudian dia berbisik kepadaku, “Aku pengen bercinta sama
Kamu, Rick..! Puasin Aku Rick..!” Lalu dia mulai mencium telinganku, kemudian
leherku, “Aahh..!” aku mendesah. Mendapat perlakuan seperti itu, gejolakku
akhirnya bangkit juga. Begitu lembut sekali dia mencium sekitar leherku,
kemudian dia kembali mencium bibirku, dijulurkan lidahnya menjalari rongga
mulutku.
Akhirnya ciumannya
kubalas juga, gelombang nafasnya mulai tidak beraturan. Cukup lama juga kami
berciuman, kemudian kulepaskan ciumannya, kemudian kujilat telinganya, dan
menelusuri lehernya yang putih bak pualam. Ia mendesah kenikmatan, “Aahh
Rick..!” Mendengar desahannya, aku semakin bernafsu, tanganku mulai menjalar ke
belakang, ke dalam t- shirt-nya. Kemudian kuarahkan menuju ke pengait BH-nya,
dengan sekali sentakan, pengait itu terlepas.
Kemudian aku mencium
bibirnya lagi, kali ini ciumannya sudah mulai agak beringas, mungkin karena
nafsu yang sudah mencapai ubun- ubun, lidahku disedotnya sampai terasa sakit,
tetapi sakitnya sakit nikmat. “Rick.., buka dong bajunya..!” katanya manja.
“Bukain dong Ndi..,” kataku. Sambil menciumiku, Indi membuka satu persatu
kancing kemeja, kemudian kaos dalamku, kemudian dia lemparkan ke samping tempat
tidur. Dia langsung mencium leherku, terus ke arah puting susuku. Aku hanya
bisa mendesah karena nikmatnya, “Akhh.., Ndi.” Kemudian Indi mulai membuka
sabukku dan celanaku dibukanya juga.Akhirnya tinggal celana dalam saja.
Dia tersenyum ketika
melihat kepala kemaluanku off set alias menyembul ke atas.Indi melihat wajahku
sebentar, kemudian dia cium kepala kemaluanku yang menyembul keluar itu. Dengan
perlahan dia turunkan celana dalamku, kemudian dia lemparkan seenaknya. Dengan
penuh nafsu dia mulai menjilati cairang bening yang keluar dari kemaluanku,
rasanya nikmat sekali. Setelah puas menjilati, kemudian dia mulai memasukkan
kemaluanku ke dalam mulutnya. “Okhh.. nikmat sekali,” kataku dalam hati,
sepertinya kemaluanku terasa disedot-sedot. Indi sangat menikmatinya, sekali-
sekali dia gigit kemaluanku. “Auwww.., sakit dong Ndi..!” kataku sambil agak
meringis.
Indi seperti tidak
mendengar ucapanku, dia masih tetap saja memaju- mundurkan kepalanya. Mendapat
perlakuannya, akhirnya aku tidak kuat juga, aku sudah tidak kuat lagi
menahannya,”Ndi, Aku mau keluar.. akhh..!” Indi cuek saja, dia malah menyedot
batang kemaluanku lebih keras lagi, hingga akhirnya, “Croott.. croott..!” Aku
menyemburkan lahar panasku ke dalam mulut Indi. Dia menelan semua cairan
spermaku, terasa agak ngilu juga tetapi nikmat.
Setelah cairannya
benar-benar bersih, Indi kemudian berdiri, kemudian dia membuka semua
pakaiannya sendiri, sampai akhirnya dia telanjang bulat. Kemudian dia
menghampiriku, menciumi bibirku. “Puasin Aku Rick..!” katanya sambil memeluk
tubuhku, kemudian dia menuju tempat tidur. Sampai disana dia tidur telentang.
Aku lalu mendekatinya, kutindih tubuhnya yang elok, kuciumi bibirnya, kemudian
kujilati belakang telinga kirinya. Dia mendesah keenakan, “Aahh..!” Mendengar
desahannya, aku tambah bernafsu, kemudian lidahku mulai menjalar ke
payudaranya.
Kujilati putingnya
yang sebelah kiri, sedangkan tangan kananku meremas payudaranya yang sebelah
kiri, sambil kadang kupelintir putingnya. “Okkhh..! Erick sayang, terus Rick..!
Okhh..!” desahnya mulai tidak menentu. Puas dengan bukit kembarnya, badanku
kugeser, kemudian kujilati pusarnya, jilatanku makin turun ke bawah. Kujilati
sekitar pangkal pahanya, Indi mulai melenguh hebat, tangan kananku mulai
mengelus bukit kemaluannya, lalu kumasukkan, mencari sesuatu yang mungkin kata
orang itu adalah klitoris. Indi semakin melenguh hebat, dia menggelinjang bak
ikan yang kehabisan air.
Kemudian aku mulai
menjilati bibir kemaluannya, kukuakkan sedikit bibir kemaluannya, terlihat
jelas sekali apa yang namanya klitoris, dengan agak sedikit menahan nafas,
kusedot klitorisnya. “Aakkhh.. Rick..,” Indi menjerit agak keras, rupanya dia
sudah orgasme, karena aku merasakan cairan yang menyemprot hidungku, kaget juga
aku.
Mungkin ini pengalaman
pertamaku menjilati kemaluan wanita, karena sebelumnya aku tidak pernah. Aku
masih saja menjilati dan menyedot klitorisnya. “Rick..! Masukin Rick..!
Masukin..!” pinta dia dengan wajah memerah menahan nafsu. Aku yang dari tadi
memang sudah menahan nafsu, lalu bangkit dan mengarahkan senjataku ke mulut
kemaluannya, kugesek-gesekkan dulu di sekitar bibir kemaluannya. “Udah dong
Rick..! Cepet masukin..!” katanya manja. “Hmm.., rupanya ni cewek nggak sabaran
banget.” kataku dalam hati. Kemudian kutarik tubuhnya ke bawah, sehingga
kakinya menjuntai ke lantai, terlihat kemaluannya yang menyembul. Pahanya
kulebarkan sedikit, kemudian kuarahkan kemaluanku ke arah liang senggama yang
merah merekah. Perlahan tapi pasti kudorong tubuhku.
“Bless..!” akhirnya
kemaluanku terbenam di dalam liang kemaluan Indri. “Aaakkhh Rick..!” desah
Indi. Kaget juga dia karena sentakan kemaluanku yang langsung menerobos
kemaluan Indi. Aku mulai mengerakkan tubuhku, makin lama makin cepat, kadang-
kadang sambil meremas- remas kedua bukit kembarnya. Kemudian kubungkukkan
badanku, lalu kuhisap puting susunya. “Aakkhh.., teruss.., Sayangg..!
Teruss..!” erang Indi sambil tangannya memegang kedua pipiku. Aku masih saja
menggejot tubuhku, tiba- tiba tubuh Indi mengejang, “Aaakkhh.. Eriicckk..!”
Ternyata Indi sudah mencapai puncaknya duluan.
“Aku udah keluar
duluan Sayang..!” kata Indi. “Aku masih lama Ndi..,” kataku sambil masih
menggenjot tubuhku. Kemudian kuangkat tubuh Indi ke tengah tempat tidur, secara
spontan, kaki Indi melingkar di pinggangku. Aku menggenjot tubuhku, diikuti
goyangan pantat Indi. “Aakkhh Ndi.., punya Kamu enak sekali.” kataku memuji,
Indi hanya tersenyum saja. Aku juga heran, kenapa aku bisa lama juga keluarnya.
Tubuh kami berdua sudah basah oleh keringat, kami masih mengayuh bersama menuju
puncak kenikmatan. Akhirnya aku tidak kuat juga menahan kenikmatan ini. “Aahh
Ndi.., Aku hampir keluar..,” kataku agak terbata-bata.
“Aku juga Rick..! Kita
keluarin sama- sama ya Sayang..!” kata Indi sambil menggoyang pantatnya yang
bahenol itu. Goyangan pantat Indi semakin liar. Aku pun tidak kalah sama halnya
dengan Indi, frekuensi genjotanku makin kupercepat, sampai pada akhirnya,
“Aaakkhh.., Ericckk..!” jerit Indi sambil menancapkan kukunya ke pundakku. “Aakhh,
Indii.., Aku sayang Kamuu..!” erangku sambil mendekap tubuh Indi. Kami terdiam
beberap saat, dengan nafas yang tersenggal-senggal seperti pelari marathon.
“Kamu hebat sekali
Rick..!” puji Indi. “Kamu juga Ndi..!” pujiku juga setelah agak lama kami berpelukan.
Kemudian kami cepat- cepat memakai pakain kami kembali karena takut adik
tunangannya Indi keburu datang.
TAMAT
Baca
juga
No comments:
Post a Comment